bursatourstranfer.com – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi menegaskan besaran Program Indonesia Pintar (PIP) untuk jenjang SMA/SMK sebesar Rp 1,8 juta per siswa per tahun. Angka ini sudah diatur dalam Peraturan Sekretaris Jenderal Nomor 19 Tahun 2024 dan secara tegas kembali dikonfirmasi pada 6 Juli 2025.
Landasan Hukum dan Kepastian Dana PIP Rp1,8 Juta
Kemendikdasmen menyebut bahwa besar dana PIP untuk siswa SMA/SMK—termasuk Paket C dan SMA LB—adalah Rp 1.800.000 per tahun, sesuai Peraturan Sekjen Nomor 19 Tahun 2024.
Aturan ini berfungsi sebagai pegangan semua sekolah dan operator dalam menyalurkan dana PIP agar tepat sasaran dan tidak menimbulkan interpretasi berbeda di daerah.
Penegasan dana ini dikeluarkan untuk meredam kekhawatiran publik soal pemangkasan atau perubahan nominal, sebab banyak yang berharap dana PIP naik terus karena inflasi dan biaya pendidikan makin tinggi.
Sejarah dan Evolusi Besaran Dana PIP
Sejak 2024, dana PIP untuk jenjang SMA/SMK naik dari sebelumnya Rp 1,0 juta menjadi Rp 1,8 juta, langkah ini diambil untuk mengimbangi inflasi dan kebutuhan belajar yang makin kompleks .
Riset menunjukkan hanya 37,2 % siswa SMA dan 26,9 % siswa SMK yang memperoleh PIP, jadi peningkatan nominal juga diikuti perluasan penerima untuk menjangkau lebih banyak siswa berpotensi terbantu.
Target tahun 2024–2025 adalah menyasar sekitar 567 ribu siswa SMA dan 99 ribu siswa SMK, bagian dari total 18,6 juta siswa semua jenjang Indonesia.
Syarat dan Mekanisme Penerima PIP SMA/SMK
PIP menyasar siswa dari keluarga kurang mampu—ditetapkan melalui DTKS, Dapodik, dan data P3KE BKKBN.
Penentuan penerima dilakukan melalui pemadanan data otomatis agar tidak terjadi tumpang tindih atau pemotongan yang tidak semestinya.
Khusus siswa baru dan siswa kelas akhir, besaran PIP disesuaikan—hanya Rp 900.000 karena hanya menempuh satu semester dalam satu tahun anggaran.
Tujuan Utama dan Manfaat Dana Rp1,8 Juta
Salah satu tujuan kenaikan ini adalah mendorong siswa SMA/SMK melanjutkan ke perguruan tinggi—meski data menunjukkan tingkat lanjutnya masih rendah (8 % SMA, 3 % SMK) pada 2023.
Nominal Rp 1,8 juta telah dianggap mencukupi sebagian biaya pendidikan tahunan, tapi belum ideal (dibanding kebutuhan ideal Rp 4,4 juta), dan bertujuan memberi semangat tambahan untuk siswa.
Cakupan bantuan meliputi biaya seragam, transportasi, buku, kuota internet, hingga akses teknologi—kebutuhan penting di era pembelajaran digital.
Tantangan Distribusi dan Pengawasan
Skema pemadanan data tak sempurna; masih ada laporan potongan dana di lapangan seperti di Cirebon, di mana siswa mengaku dana PIP dipotong secara tidak resmi.
Kemendiknas menjanjikan peningkatan sistem pengawasan serta audit transparansi untuk mencegah penyelewengan, termasuk red flag pada sekolah yang memotong dana.
Puslapdik Kemendikbud sudah menyediakan platform publik untuk mencari nama penerima dan memonitor proses distribusi—sangat dianjurkan orang tua aktif memantau.
Pencairan dan Aktivasi Dana PIP
Penyaluran PIP 2025 sudah dimulai sejak 10 April 2025, dan dapat dicairkan di bank penyalur (rekening Himbara), serta lewat saluran lainnya jika belum punya rekening.
Siswa memerlukan kartu KIP dan rekening bank yang sudah diaktivasi—jika tidak, dana akan tertahan hingga syarat dicukupi.
Prosesnya cukup praktis: verifikasi data di sekolah → dana disalurkan ke rekening → dapat dicairkan melalui ATM/teller.
Implikasi Jangka Panjang dan Rencana Ke Depan
Dengan nominal baru, Kemendikdasmen berharap angka kelulusan ke perguruan tinggi meningkat. Dana PIP juga bisa mendukung pendidikan vokasi dan keahlian sesuai kebutuhan industri.
Kemendikdasmen mengusulkan evaluasi berkala tentang kecukupan dana PIP dan cakupan jumlah penerima, agar data sosial-ekonomi benar-benar tepat sasaran.
Juga digagas sinergi dengan KIP Kuliah agar siswa yang berminat melanjutkan pendidikan tinggi bisa langsung tersambung akses beasiswa lanjutan.
Besaran dana PIP SMA/SMK Rp1,8 juta telah diatur resmi berdasarkan Peraturan Sekjen Nomor 19/2024 dan kembali dikukuhkan oleh Kemendikdasmen. Dana ini jangan dipandang angka semata, tapi sebagai sarana nyata mendorong akses dan kualitas pendidikan menengah.